Cerpen Tahun Baru #1



Hari natal sudah lewat. Namun kue-kue kering masih setia terpajang manis di meja ruang tamu, menyambut tamu-tamu yang biasa lebih senang datang di awal tahun nanti.


Seperti tahun-tahun sebelumnya, Martha dan keluarganya akan merayakannya di Pantai Losari, tradisi rutin penyambutan tahun baru yang dilakukan oleh masyarakat kota Makassar. Ade dan Dea, dua adik kembar Martha sangat menunggu-nunggu peledakan kembang api besar yang rutin dilaksanakan di penutupan tahun di pantai tersebut.


Dulu, Martha memang seantusias kedua adiknya ketika akan diajak merayakan tahun baru di pantai. Tapi, itu dulu. Sekarang semua berbeda. Dua tahun baru terakhir sungguh tidak indah lagi di mata Martha. Pembukaan tahun 2012 ini akan menjadi tahun ketiga. Tahun ketiga yang sudah dipastikan oleh oleh Martha, tak akan seindah tahun-tahun baru yang dulu.


Masih diingat jelas Martha tanggal saat itu. 28 Desember 2009, di saat Martha masih berusia 6 tahun. Ayahnya harus kembali bekerja di Palembang. Kekecewaan yang besar tentu sangat dirasakan Martha, mengingat ini adalah pertama kalinya ayah tidak bisa merayakan tahun baru bersama Martha dan keluarganya. Ketika Martha merengek protes karena ayahnya melewatkan pesta tahun baru bersama mereka, ayahnya menjawab,


“jangan marah, sayang. Tapi ingat, Martha harus menyenangkan ibu, Ade, dan Dea karena mereka masih bisa merayakan tahun baru dengan kamu.”


Perkataan terakhir ayah di bandara itu memang terdengar sangat buram, apalagi untuk seorang anak kecil dan polos seperti Martha. Tapi semua itu semakin jelas ketika setengah jam setelah keberangkatan pesawat ayah, semua media di televisi memeberitakan pesawat yang ditumpangi ayah jatuh ke laut.


Dan yang paling menyedihkan, setelah pencarian korban berminggu-minggu, tidak pernah ada satupun mayat korban pesawat jatuh ditemukan.


Tapi satu hal terkuak. Arti dari kalimat terakhir ayah adalah, Martha haruslah menjadi sosok pengganti ayah untuk ibu dan kedua adiknya.

***
“Martha,”suara lembut ibu membuyarkan lamunan Martha yang sedang menatap kosong pada kembang api warna-warni di langit.

Martha menoleh ke arah ibu dengan wajah lesu.

“Tidak ingin bermain bersama adik-adikmu?” tanya ibu lembut, seraya mengelus rambut Martha dengan penuh kasih.

Martha melirik ke arah Ade dan Dea yang sedang asyik bermain balon. Martha mengangkat alisnya dengan tampang penolakan. Ibu hanya tersenyum kecil, mengangguk, lalu pergi meninggalkan Martha. Dia tahu, sejak kepergian ayah, Martha lebih senang menyendiri di malam tahun baru.

Sementara itu, Martha terduduk diam di anjungan pantai sembari menatap pemandangan langit malam yang semakin pekat di matanya. Dulu, sewaktu ayah masih ada, ayah pasti akan mengajaknya membeli balon berbentuk karakter kartun, mengajaknya berlari-larian di sekitar anjungan, menggendong Martha saat kembang api mulai dinyalakan, dan membelikan banyak jajanan untuk Martha. Mulai dari bakso hingga pisang epe.

Semua itu berubah. Tak ada balon kartun, tak ada gendongan, tak ada jajanan, dan yang paling penting, tak ada lagi ayah bersama Martha. Kini tak ada lagi semangat tahun baru Martha. Ingatan Martha hanya tertuju pada tiga tahun yang lalu di bandara, 28 Desember 2009.

Tiba-tiba, dari lirikan ekor mata Martha, Martha melihat seorang bapak tua berkemeja yang wajahnya tak  asing lagi baginya. Martha meliriknya sekali lagi, lalu dibuat terkejut melihat bapak itu. Dia, dia… mirip dengan ayah!

Namun laki-laki tua itu tampak akan segera beranjak dari tempatnya berdiri sekarang. Gerakannya sangat cepat, sehingga dalam waktu beberapa detik saja, lelaki itu sudah menghilang dari pandangan. Apalagi ditambah dengan kerumunan orang yang seperti semut, membuat Martha sulit untuk melihat orang tua itu lagi.
Tapi bukan Martha namanya kalau dia menyerah. Dengan kaki dan tangannya yang kuat, dia memanjat di  tempat duduk semen yang berada di ujung pantai. Martha berdiri di sana, berharap dengan begitu dia dapat dengan mudah melihat lelaki tua itu.

Dan perkiraan Martha benar. Berdiri di situ membuat Martha mudah untuk melihat lelaki tua itu. Dan semakin dilihat, Martha seakan melihat kembali ayahnya. Martha ingin menangis dan memeluk laki-laki tua tersebut, namun dia hanya bisa berdiri di situ.

Lelaki itu kemudian berjalan lagi. Martha sudah tidak bisa melihatnya lagi di tempatnya berdiri sekarang, padahal Martha masih ingin melihatnya. Satu-satunya jalan adalah mundur sedikit ke belakang…
Martha menoleh ke belakang dan melihat laut yang terasa mengerikan di belakangnya.
“Aku kan hati-hati,” katanya mencoba lega.

Martha berjalan ke belakang dengan pelan… laki-laki tua itu mulai terlihat, namun tidak terlalu. Martha mundur sedikit, laki-laki tua itu mulai terlihat tapi tidak jelas… Martha kembali ke belakang, dan…
“AAH!” jerit Martha dengan keras.

Sontak semua yang di situ menoleh ke arah Martha, termasuk ibu dan adik-adiknya, tepat saat Martha jatuh ke laut.

‘MARTHAA!!!” teriak ibu.

Tapi terlambat, Martha sudah jatuh ke laut. Tubuhnya tenggelam dan semuanya mendadak jadi gelap d mata Martha, dengan ibunya yang masih menjerit-jerit di atas laut…

THE END

Kadangkala, sebuah masa lalu buruk bisa menjadi memori menakutkan di otak kita. Hal itu membuat kita jadi kacau. Perasaan takut gagal atau terkecewakan ketika mengingat masa lalu membuat kita enggan melakukan apa-apa. Kenangan masa lalu yang buruk membuat kita takut untuk melakukan apa-apa yang dapat membuat kita mengingatnya kembali.

Mungkin melupakan kenangan semacam itu akan terasa sangat sulit. Banyak hal yang dapat membuat kita mengingat kenangan itu kembali. Tapi ingat, ketika kenangan itu datang kembali, jangan sensitif!

Jangan bernostalgia dengan kenangan buruk itu. Menangis, walaupun itu kita lakukan untuk mengeluarkan emosi, tapi jangan pernah melakukannya ketika kita mengingat masa lalu yang sudah lewat. Biarkan otak anda mengingat hal itu, sekilas saja, lalu lanjutkan aktivitas lain yang dapat mengusir kenangan buruk itu. Jangan pernah membuat masa lalu mengontrol kehidupan kita.

Dengan begitu, kapanpun kenangan pahit itu menghantui kita, kita tetap masih bisa tersenyum manis!

see next story

Komentar