Masalah Pengendara Remaja di Bawah Umur




Nama saya Tiara, salah seorang siswi di sebuah sekolah menengah pertama di Makassar.

Berbicara tentang fenomena pengendara kendaraan bermotor di bawah umur, walaupun saya masih berada di bangku SMP, saya mengetahui banyak hal tentang itu. Bagaimana tidak, fenomena itu terjadi kalangan remaja, khususnya yang mereka masih duduk di bangku SMP seperti saya. Di sekolah saya sendiri, beberapa siswa yang mayoritas adalah cowok memilih untuk mengendarai motor sendiri ke sekolah. Bukan hanya sekolah saya,  namun semua sekolah menengah di Makassar pun saya yakini pasti di dalamnya memiliki satu dua siswa yang membawa motor sendiri ke sekolah. Bahkan untuk sekolah menengah ke atas, sudah ada yang berani membawa mobil di sekolah. 

Beribu cara telah dilakukan banyak pihak untuk mengatasi fenomena ini, diberi surat peringatan. di-sweeping, bahkan hingga motor ditahan, siswa-siswa tersebut tetap tak jera. Bagi mereka, kalau motor ditahan, hanya kembali ke orangtua dan meminta uang untuk membeli motor baru lagi.

Mengapa hal itu terjadi?

Saya telah mewawancarai beberapa teman laki-laki saya yang saya ketahui membawa kendaraan sendiri ke sekolah. Mereka mengemukakan beberapa alasan berbeda ketika saya tanyakan perihal kendaraan yang mereka kendarai sendiri ke sekolah.

Rumahku agak jauh dari sekolah, sementara orangtuaku sibuk kerja sehingga tidak ada yang bisa mengantarku, padahal jalur angkutan ke sekolah cukup jauh dari rumahku. Akhirnya aku memilih untuk mengendarai motor sendiri-siswa A.

Motor itu bisa menaikkan gengsi kita. Semakin mahal motor, semakin banyak yang memuji-siswa B.

Apa, ya? Motor itu banyak gunanyalah. Bikin pergaulan luas, pokoknya bikin kerenlah-siswa C.

Sebenarnya aku tidak mau bawa motor ke sekolah, harus main kucing-kucingan dengan polisi. Hanya saja teman-temanku mengatakan cowok yang tidak membawa motor sendiri itu cowok feminin. Ya, daripada aku diledek terus, aku memilih untuk bawa motor sendiri-siswa D.

Itu adalah empat alasan yang dapat mewakili alasan lain dari jawaban teman-temanku yang lain. Kesimpulannya, ada dua alasan yang membuat anak di bawah umur mengendarai kendaraan bermotor. Ada yang sengaja dan ada yang memang tidak sengaja, hanya ada keterpaksaan. Alasan siswa B dan C adalah alasan yang disengaja, sedangkan alasan siswa A dan D adalah alasan yang tidak disengaja, keadaan yang memaksanya untuk mengendarai motor sendiri. 

Tentu saja ketika mereka terkena sweeping, hal yang mereka lakukan adalah memaki-maki dan mengucapkan sumpah serapah. Itu bukan hal rahasia lagi di kaum remaja. Mereka pikir ini adalah ketidakadilan. Apalagi melihat alasan-alasan tersebut, mereka ingin dimaklumi. Dan sebagai sesama remaja, saya memahami mereka. Saat-saat seperti sekarang, tak dapat dipungkiri remaja sering merasa gengsi. Mereka ingin berada di atas semua temannya dan dipuji. Saya sendiri juga sering mengalami keadaan seperti itu.

Tapi sayangnya remaja-remaja itu belum mengerti mengapa diberlakukan aturan yang tidak memperbolehkan mereka untuk mengendarai kendaraan sendiri. Remaja memiliki pemikiran yang berbeda dengan orang dewasa. Jika remaja melakukan suatu hal, mereka memikirkannya untuk kesenangan sesaat, berbeda dengan orang dewasa yang memilih berpikir bijaksana dengan memikirkan semua resikonya.

Masa remaja dapat dikatakan sebagai masa yang labil. Masa dimana seseorang sulit mengontrol emosinya. Dan di sinilah ketakutan orang dewasa sehingga diberlakukan aturan yang tidak memperbolehkan anak di bawah umur mengendarai kendaraan sendiri. Jiwa labil yang dimiliki seorang remaja membuat dia cepat emosi dalam berkendara, yang akibatnya akan berdampak negatif pada dirinya sendiri dan pengendara lain. Jalan raya pun sering menjadi arena balapan karena salah satu sifat remaja yang merasa lebih hebat.

Itu adalah pendapat saya dari kacamata saya sebagai seorang remaja. Saya tidak memihak, namun saya mendukung yang mana yang sebenarnya berada di pihak benar. Saya memahami apa yang mereka rasakan ketika motor mereka ditahan, karena kami sama-sama remaja. Tapi yang membuat saya prihatin adalah ketidaksadaran mereka bahwa mereka telah berbuat salah.

Tidak pakai helm, kebut-kebutan, tidak mempunyai SIM, dan yang akhirnya berujung motor yang ditahan, tidak juga membuat mereka jera. Mereka malah memaki, padahal jelas itu adalah kesalahan mereka.
.
Meminimalisasi fenomena pengendara di bawah umur juga dapat dilakukan. Tapi tentunya hal itu bergantung dari kesadaran diri pengendara. Lebih baik bersabar beberapa tahun dulu hingga berusia tujuh belas tahun, sehingga tidak perlu memalsukan tahun kelahiran untuk mendapat SIM dan KTP palsu. Selain itu, mengendarai kendaraan yang di usia yang cocok kemungkinan untuk mendapat kecelakaan akan lebih kecil dibanding berkendara di bawah umur. Kalau alasan mengendarai motor sendiri seperti alasan siswa A dan D, butuh pula dukungan dari keluarga dan teman-teman. Jangan malah membawa siswa tersebut ke hal yang sebenarnya dia tidak inginkan.
Nah, mulai dari sekarang, mari kita ciptakan budaya tertib berkendara agar tercipta kenyamanan dan rasa aman di jalan raya!                     

Komentar