Kehebatan Mental Pendidik
Negara yang hebat
dibangun oleh pendidikan baik sebagai salah faktornya. Pendidikan yang baik
tidak lepas dari peran seorang pendidik. Tak akan ada generasi berprestasi
tanpa ada yang mendidiknya. Pendidik bukan hanya mereka yang akrab kita sebut guru.
Pendidik bisa merupakan sosok siapa saja yang mengubah orang dari tidak tahu
menjadi tahu. From nothing to be
something.
Menjadi seorang
pendidik yang baik bukanlah hal gampang. Bagi saya pribadi, mereka yang hanya
memberi pengetahuan umum bukan seorang pendidik sejati. Pendidik yang baik
adalah mereka yang memberi tambahan pengetahuan umum sekaligus pelajaran moral bagi
mereka yang dididik. Pendidikan bukan hanya sekedar mengenai teori sains, rumus
matematika, atau simple present future tense, namun mengajarkan bagaimana sikap
dalam menghadapi dunia luar yang sesungguhnya.
Sekarang mari kita
menengok para pendidik di lembaga pendidikan formal, khususnya untuk sekolah
dasar dan tingkat menengah, guru. Sebagai seorang siswi, guru memiliki peran
besar dalam kehidupan saya. Bukan hanya saya, anda semua yang sedang membaca
tulisan ini pasti tak akan menjadi diri anda yang sekarang tanpa seorang guru
kan?
Yang jadi bayangan saya
adalah, pasti sangat berat menjadi guru TK atau guru kelas 1 & 2 SD ya?
Bukan berarti saya mengatakan pekerjaan menjadi guru di tingkat atas itu hal
gampang, namun sepertinya butuh kesabaran ekstra untuk menghadapi anak-anak
baru merasakan bangku sekolah itu. Kebanyakan masih belum bisa bicara dan
menulis, sifat kekanakannya setiap saat bisa muncul, atau bahkan yang lebih
gawat, mereka yang merajuk ingin pulang karena kangen rumah.
Berbeda dengan mereka
yang sudah berada di tingkat-tingkat atas sekolah dasar dan sekolah menengah,
mereka setidaknya sudah mengetahui banyak hal dibanding saat mereka masih di
bangku kelas dasar. Mereka sudah bisa membedakan mana hal yang baik dan hal
buruk, ya, walau kadangkala mereka tetap saja membandel. Kenakalan remaja, yang
masih terlihat normal jika dilakukan dalam skala kecil merupakan ujian untuk
para guru.
Tapi menjadi seorang
guru di Indonesia sekarang sudah semakin sulit. Nama guru mulai tercoreng di
masyarakat. Beberapa pemerkosaan terhadap siswa dan siswi yang dilakukan oleh
oknum guru membuat pandangan baru untuk masyarakat. Guru bukan lagi sosok yang
harus dihormati. Persis seperti peribahasa karena nila setitik, rusak susu
sebelanga. Padahal oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut hanya segelintir
dari guru-guru yang memiliki tujuan mulia.
Tidak hanya nilai guru
yang menurun di masyarakat, beberapa guru bahkan kadang dikerjain siswanya. Ini
biasa dilakukan kalau cara mengajar guru tersebut kurang dipahami atau ada
siswa yang dendam terhadap guru itu. Bukti yang menunjukkan bahwa siswa pun
bahkan menyepelekan seorang guru, seorang pendidik.
Entah ini kesalahan
pihak mana, saya di sini bukan untuk mengadili. Satu hal pasti yang saya
ketahui, menjadi guru maupun menjadi pendidik adalah hal sulit. Sabar adalah
kunci utamanya. Dan bagi siswa dan masyarakat yang sering melecehkan para
pendidik, don’t judge the book from its
cover. Lihat apa yang mereka perbuat. Gara-gara guru disebut sebagai
pahlawan tanda jasa, kita tetap tidak bisa seenaknya memperlakukan mereka.
Pendidik atau guru juga adalah manusia seperti kita. Oknum guru yang bertindak
menyimpang merupakan contoh pendidik yang salah. Kejadian seperti itu
dimaksudkan untuk membuat kita lebih waspada.
Saya pernah dengar dari
seseorang, guru di Jepang itu sangat dihormati. Berbeda jauh dengan penghargaan yang dilakukan orang Indonesia terhadap gurunya. Guru memukul sedikit saja ke siswa, sudah main lapor ke polisi. Jarang ada yang memiliki niat baik untuk menghargai penjelasan seorang guru. Sangat ironis.
Karena itu dengan tulisan ini, saya berikan rasa hormat dan bangga saya pada kalian, semua guru dan
pendidik dimanapun berada.
Terima kasih banyak
untuk pengajarannya.

Komentar
Posting Komentar